Seni Folklor Dantiang sebagai Etnopsikologi Kesadaran Lingkungan dan Pengembangan Identitas Anak
DOI:
https://doi.org/10.54154/dekonstruksi.v10i01.215Keywords:
Identitas Anak, Seni Folklor Dantiang, Etnopsikologi, Kesadaran lingkunganAbstract
Penciptaan karya seni berupa gagasan karya dapat terispirasi dari berbagai hal. Seorang seniman dapat memiliki inspirasi dari pengalaman empirik, realita yang terjadi pada masyarakat, naskah kuno, folklor, bahkan dari fenomena problematika lingkungan alam. Minangkabau sangat terkenal dengan filosofi ‘alam terkembang jadi guru’. Filosofi ini menggambarkan betapa luas dan kayanya alam itu sehingga dapat menjadi sumber inspirasi dalam ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya sebagai sumber inspirasi dalam penciptaan karya seni. Sumber inspirasi karya ‘Dantiang’ mengambil spirit dari folklor Naskah Kuno Gunung Galunggung yang berisikan tentang nasihat-nasihat untuk menjalani kehidupan bagi masyarakat Sunda, juga mengajarkan tata cara hidup tentang peringatan bila manusia melakukan hal-hal yang buruk. Seni folklore Dantiang juga menerapkan etnopsikologi dalam pengembangan kesadaran dan identitas anak sebagai penari dalam film tersebut. Konsep garap karya seni ‘Dantiang’ mengangkat Naskah Kuno Amanat Galunggung, sebagai salah satu bentuk folklor yang harus dijaga menjadi identitas bagi masyarakat Sunda. Hal ini penting untuk diangkat kembali ke masyarakat saat ini, karena berisikan nilai-nilai menjaga alam dari kerusakan. Penggunaan etnopsikologi adalah sebagai landasan teori untuk mempelajari perkembangan mental anak sebagai partisipan penari dan penonton pertunjukan seni folklor Dantiang. Penciptaan karya seni ‘Dantiang’, menunjukkan fenomena bagaimana hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya sebagai reaksi adaptasi terhadap situasi aktual yang telah terjadi di lingkungannya. Hasil penelitian ini berupa karya seni folklore Dantiang sebagai salah satu upaya membangun kesadaran lingkungan dan identitas anak.