https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/issue/feed Dekonstruksi 2025-07-03T22:41:06+07:00 Open Journal Systems <div style="border: 2px #2C3B46 solid; padding: 10px; background-color: #ececec; text-align: left; color: black;"> <ol> <li>Journal Title: <a href="https://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi">Dekonstruksi</a></li> <li>Initials: Dekonstruksi</li> <li>Frequency: Setiap 3 bulan</li> <li>Online ISSN: 2797-233X</li> <li>Print ISSN: 2774-6828</li> <li>Editor in Chief: Syakieb A. Sungkar</li> <li>DOI: 10.54154/dekonstruksi</li> <li>Publisher: Gerakan Indonesia Kita</li> </ol> </div> <p>Jurnal Dekonstruksi merupakan Jurnal yang membahas Filsafat dan disiplin terkait seperti Kebudayaan dan situasi masyarakat serta perkembangan sosial mutakhir. Terbit 3 bulan sekali dan dalam setiap terbitan kami mempunyai tema sentral yang terfokus. Jurnal ini dikelola oleh para mahasiswa dan sarjana Filsafat. Kami menerima paper dari para pembaca dan akan kami terbitkan apabila memenuhi kaidah ilmu pengetahuan dan tema yang sedang diangkat oleh tim Redaksi. </p> https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/343 Salam Redaksi 2025-07-03T22:41:06+07:00 Syakieb Sungkar syakieb.sungkar@yahoo.com <p>Jurnal kali ini membahas pemikiran Paul Ricoeur, George Orwell, Foucault, Agamben, Justin Martyr, Georg Simmel, Emmanuel Levinas, Paul Virilio, Donald Schön, Barbara Bolt, James M. Jones, Immanuel Kant, Merleau-Ponty, tentang filsafat kehendak, manipulasi bahasa, dialog antar agama, komunikasi, dromologi, testimoni, penciptaan seni, musik hip hop, dan ekologi</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/329 Kebebasan yang Berinkarnasi: Telaah Kritis atas Filsafat Kehendak Paul Ricoeur 2025-05-23T12:44:44+07:00 Syakieb Sungkar syakieb.sungkar@yahoo.com <p>Artikel ini membahas secara mendalam struktur filsafat kehendak Paul Ricoeur sebagaimana dikembangkan dalam tiga tahap konseptual: eidetik kehendak, empirik kehendak, dan puitika kehendak.<a href="#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a> Dengan pendekatan fenomenologis-hermeneutik, Ricoeur menafsirkan kehendak manusia dalam dialektika antara yang berkehendak (<em>voluntary</em>) dan yang tidak berkehendak (<em>involuntary</em>), serta mengusulkan model kebebasan manusia sebagai kebebasan yang berinkarnasi —yakni kebebasan yang konkret, terbatas, tetapi tetap otonom dalam ruang historis dan tubuh biologis.<a href="#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a> Artikel ini juga membandingkan pendekatan Ricoeur dengan beberapa pemikir utama lainnya seperti Edmund Husserl<a href="#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a>, Maurice Merleau-Ponty<a href="#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a>, dan Jean-Paul Sartre untuk menyoroti kontribusi orisinal Ricoeur dalam membangun sebuah filsafat subjek yang non-dualistis dan dialogis.<a href="#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a> Pendekatan ini membuka jalan bagi pemahaman interdisipliner antara filsafat, psikologi, dan hermeneutika dalam menjelaskan dinamika kehendak manusia.<a href="#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a></p> <p>&nbsp;</p> <p><a href="#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> Ricoeur, Paul (1950). <em>Freedom and Nature: The Voluntary and the Involuntary</em>. Paris: Aubier.</p> <p><a href="#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> Ricoeur, Paul (1960). <em>Fallible Man</em>. New York: Fordham University Press.</p> <p><a href="#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> Husserl, Edmund (1931). <em>Ideas: General Introduction to Pure Phenomenology</em>. trans. W. R. Boyce Gibson. London: Macmillan (original work published 1913).</p> <p><a href="#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> Merleau-Ponty, Maurice (1962). <em>Phenomenology of Perception</em>. trans. Colin Smith. London: Routledge &amp; Kegan Paul (original work published 1945).</p> <p><a href="#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> Sartre, Jean-Paul (1956). <em>Being and Nothingness: An Essay in Phenomenological Ontology</em>. trans. Hazel E. Barnes. New York: Philosophical Library (original work published 1943).</p> <p><a href="#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a> Ricoeur, Paul (1976). <em>Interpretation Theory: Discourse and the Surplus of Meaning</em>. trans. David Ihde. Fort Worth: Texas Christian University Press.</p> <p>&nbsp;</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/327 Bahasa Sebagai Teknologi Bio-Politik: Analisis Novel 1984 dalam Perspektif Teori Foucault dan Agamben 2025-05-22T19:43:24+07:00 Beda Holy Septianno neno.septianno@gmail.com Aman Aslam amanaslam20sj@gmail.com Lucia Krismonila afrakrismonila@gmail.com Thatsanai Upaka tas.231098@gmail.com <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Negara bekerja mencapai tujuannya melalui banyak mekanisme kekuasaan. Dalam Novel <em>1984, </em>George Orwell menggambarkan sebuah negara totalitarian yang mempertahankan kekuasaannya dengan pendekatan manipulasi bahasa, sejauh pikiran manusia selalu bergantung pada kata (bahasa). Dalam manipulasi yang ilmiah ini ada agenda kekuasaan. Melalui analisis Foucault dan Agamben, makalah ini menunjukan bagaimana logika kekuasaan (<em>panopticon</em>) bekerja, salah satunya melalui bahasa. Teknologi kekuasaan atas bahasa ditempuh lewat pengawasan sosial (<em>social surveillance</em>) tentang kebenaran dan penulisan ulang sejarah. Melalui penelitian ini, kami menemukan bahwa pengawasan sosial seperti digambarkan dalam <em>1984 </em>membatalkan atau menghapus hidup politik (<em>bios</em>).</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/323 Apologetika dalam Konteks Kristen sebagai Jembatan dalam Dialog Antaragama 2025-05-20T15:02:27+07:00 Chrispo Ambarita chrispoambarita25@gmail.com Angella Rossanne Putri Siregar angellasiregar06@gmail.com Riris Johanna Siagian ririsjohannasiagian@gmail.com <p><span class="s5"><span class="bumpedFont15">Dialog </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">antaragama</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">merupakan</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">hal</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> yang </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">penting</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">untuk</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">dilakukan</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> di </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">tengah</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">keberagaman</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> agama </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">saat</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">ini</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">untuk</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">menghindari</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">kesalahpahaman</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> yang </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">akan</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">mengakibatkan</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">konflik</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">. </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">Apologetika</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">dapat</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">menjadi</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">solusi</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">sebagai</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">jembatan</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">dalam</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> dialog </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">antaragama</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">. Tulisan </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">ini</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">membahas</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">dasar-dasar</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">, </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">teori</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">, </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">praktik</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">, dan </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">peran</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">apologetika</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">dalam</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> dialog </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">antaragama</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">. </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">Penyusanan</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> tulisan </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">ini</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">menggunakan</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">metode</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">pendekatan</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">studi</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">literatur</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">. </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">Melalui</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">pendekatan</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> yang </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">inklusif</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> dan </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">diaogis</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">, </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">apologetika</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">tidak</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">hanya</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">mempertahankan</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">atau</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">membela</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">keyakinan</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">tetapi</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> juga </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">membantu</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">memahami</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">keyakinan</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> orang lain. Oleh </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">karena</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">itu</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">, tulisan </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">ini</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">akan</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">melihat</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">bagaimana</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">apologetika</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">dapat</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">digunakan</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">dalam</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">membangun</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> dialog </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">antaragama</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15"> dan </span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">mengurangi</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">konflik</span></span> <span class="s5"><span class="bumpedFont15">antaragama</span></span><span class="s5"><span class="bumpedFont15">.</span></span></p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/338 Disarming Communication: 2025-07-03T12:59:44+07:00 Gabriel Abdi Susanto abdisusanto@yahoo.com <p>Tulisan ini mengkaji pesan Paus Fransiskus dalam peringatan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-59 yang berjudul Share with gentleness the hope that is in your hearts (cf. 1 Pet 3:15-16). Paus menggarisbawahi tantangan disinformasi, polarisasi, dan dominasi kekuatan tertentu dalam komunikasi publik. Fokus utama pesan ini adalah membangun komunikasi yang membawa harapan, menghindari agresivitas, dan menumbuhkan budaya dialog. Studi ini mengupas pesan tersebut dalam konteks komunikasi sosial Gereja dan relevansinya dalam era digital saat ini.</p> 2025-07-03T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/325 Dromologi dalam Fitur Close Friends Instagram di Kalangan Generasi Z 2025-05-21T00:21:21+07:00 Fristian Setiawan fhristsetia@gmail.com <p>Dromologi adalah kondisi manusia di era digital dengan kecepatan dalam segala aspek kehidupan. Dromologi lahir di era pascamodernisme, yang mengakibatkan dromologi membawa relativisme kebenaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat implikasi dromologi pada bentuk komunikasi digital, yakni penggunaan <em>close friends </em>Instagram yang dilakukan oleh Generasi Z. Metode penelitian ini adalah fenomenologi dengan jenis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk konkret dari dromologi dapat terlihat melalui fenomena-fenomena unik yang Generasi Z lakukan saat menggunakan fitur <em>close friends </em>Instagram. Termasuk fenomena saat salah satunya perbedaan teman di dunia digital dengan teman di dunia fisik, hal ini menandakan relatifnya kebenaran yang diyakini terkait definisi teman dekat.</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/318 Mendeskripsikan Testimoni sebagai Fenomenologi Sosial 2025-04-12T08:53:55+07:00 Ibnu Nugroho nugie_25@yahoo.com <p><em>This paper is a study entitled “Describing Testimony as Phenomenology of Social”. Testimony is described in various ways, even its existence is distinguished from each other. It is indicated that the testimony is formed from four connected elements, then, the testimony is distinguished between natural and formal. In this study, the thesis reveals that testimony is a social interaction that occurs through speech and the relationship of intersubjectivity, this is shown in the writing of Gerrit Jan Van Derr Heiden in The Voice of Misery. Dealing with the thesis, this study develops attractual interaction as the pioneer of testimony in social phenomenology. This attractual interaction is based on Georg Simmel’ idea on aesthetic sociology. The result of this study finds out that there is a relation of testimony within the scope of social phenomenology. The relation is obtained by representing the possibilities of social theory that has been discovered</em></p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/339 Pengetahuan Melalui Penciptaan : 2025-07-03T13:12:25+07:00 Anna Sungkar anna_sungkar@yahoo.co.id <p>Karya seni tidak hanya sebagai produk estetis, tetapi juga sebagai wujud pemikiran embodied yang<br>mampu menyingkap struktur-struktur afektif, sosial, dan eksistensial dalam kehidupan manusia. Gagasan<br>bahwa penciptaan seni merupakan sebuah bentuk knowing in action (Schön, 1983), atau bahkan site of<br>knowledge production (Bolt, 2007), telah membuka ruang bagi seniman untuk mewujudkan pengalaman<br>kreatifnya sebagai bentuk refleksi epistemologis. Penelitian ini didasarkan atas pengamatan selama<br>mengkurasi karya instalasi The Cats World yang diciptakan Syakieb Sungkar selama kurun periode<br>tahun 2024 (perencanaan) dan tahun 2025 (produksi). Dengan mengambil pendekatan practice-led research,<br>penulis menelusuri bagaimana intuisi, tubuh, material, dan interaksi publik berkontribusi terhadap<br>terbentuknya epistemologi personal dalam seni.</p> 2025-07-03T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/312 Levinasian Ethics of Face as Moral Guidance for Leaders of Superior Quality 2025-03-20T07:28:35+07:00 Agustinus Tamtama Putra agustinustamtama1992@gmail.com Antonius Along antoniusalong05@gmail.com <p>This paper elaborates on Emmanuel Levinas' idea of the face of the other, which is the ethical basis for the most humane treatment of others as subjects. This idea of the ethics of the face of levinasian then becomes a moral guideline for leaders of superior quality. The author argues that a good leader is one who sees and treats anyone not as an object, let alone as a means to get personal gain. An excellent leader is one who first realises that other people are the most prioritised, upheld in dignity, loved as the primordial human intuition in looking at someone's face. In conclusion, this research underlines the discovery that superior quality leaders are effectively formed through the meaning and embodiment of levinasian face ethics in various contexts of life together.</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/320 Gerakan Ekumenis di Indonesia 2025-05-05T16:43:15+07:00 Paulus Eko Kristianto paulusekokristianto12@gmail.com Pribadyo Prakosa pribadyo25@gmail.com <p>Artikel ini membahas pelacakan sejarah gerakan ekumenis di Indonesia. Proses ini dilakukan menggunakan penelitian pustaka. Dalam penyajiannya, penulis memperhatikan periodisasi yang ada agar pembaca memperoleh gambaran sejarah yang utuh. Dari keseluruhan proses yang ada, uraian sejarah ini mengajak kita perlu memahami gerakan ekumenis tidak sebatas kesatuan teologi, melainkan memperjuangkan aksi bersama bagi terwujudnya perdamaian dan keadilan.</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/328 Antara MK dan Demokrasi 2025-05-23T17:19:36+07:00 Feliks Arga felikserasmusarga@gmail.com <p>The Indonesian Constitutional Court in 2023 made a verdict that changed the electoral process in Indonesia. The decision, known as Constitutional Court Decree No. 90 in 2023, paved the way for Gibran Rakabuming Raka, the son of former president Joko Widodo, to run as the vice presidential candidate alongside Prabowo Subianto as the presidential candidate. This hurt the Indonesian democratic election that was taking place at the time. As the son of the incumbent president, Gibran's advancement as a vice presidential candidate by changing the existing law perpetuated the practice of nepotism—the same principle that was fought against by reform in 1998. Through this paper, the author aims to show how far the decisions are actually guided by the moral ethics of law in Indonesia and how the decisions undermine the dignity and value of democracy in Indonesia by perpetuating nepotism in the nomination of presidential and vice presidential candidates in the 2024 general elections.</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/305 Representasi Fenomena Rasisme Melalui Media Musik Hip Hop Pada Film “Straight Outta Compton” 2025-03-07T13:17:15+07:00 Fitrah Raihan Fahreza raihanfahreza1409@student.uns.ac.id Desy Nurcahyanti desynurcahyanti@staff.uns.ac.id <p>Rasisme timbul dari kesenjangan yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat. Konflik berawal dari perbudakan era kolonialisme kemudian terbawa menjadi stereotip bahwa kulit hitam merupakan ras yang paling rendah derajatnya. Seiring berkembangnya zaman, rasisme menjadi permasalahan dalam berbagai lapisan, termasuk dampaknya terhadap perkembangan film dan musik. Film merupakan salah satu implementasi seni yang fleksibel dengan berbagai bidang yang berkolerasi dengan fenomena sejarah umat manusia melalui media gambar bergerak yang memiliki maksud dan tujuan tertentu. Rasisme adalah sejarah sosial masyarakat yang diangkat oleh F. Gary Gray sebagai produser film <em>“Straight Outta Compton”</em> dengan latar belakang fenomena rasisme yang dialami oleh grup musisi hip hop N.W.A. Kultur musik hip hop 90-an lahir dari proses kreatif penciptaan karya seni yang bertujuan untuk merepresentasikan dan merespon berdasarkan peristiwa rasisme kepada ras kulit hitam yang terjadi di Amerika Serikat. Hasil analisis bertujuan untuk mendeskripsikan rasisme yang dialami oleh beberapa tokoh ras kulit hitam dan keterkaitannya dengan musik hip hop. Teknik analisis berawal dari timbulnya kultur rasisme yang ada pada masyarakat Amerika Serikat dengan menerapkan fokus teori rasisme James M. Jones. Artikel ini mendeskripsikan film tersebut menggunakan musik hip hop sebagai medium untuk mengungkapkan pengalaman rasisme, diskriminasi, dan perjuangan komunitas Afrika-Amerika di wilayah urban.</p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/333 Teori Seni sebagai Medium Pembebasan dalam Pendekatan Personalisasi 2025-06-12T10:10:26+07:00 Chris Ruhupatty cruhupatty@gmail.com <p><span style="font-weight: 400;">Artikel ini mendiskusikan seni pada tataran teoretis dengan memberikan penekanan terhadap unsur epistemologinya. Teori yang menjadi perhatian secara khusus adalah teori seni berdasarkan pemikiran Immanuel Kant. Di dalam konteks ini, Kant menilai seni berdasarkan teori praktis yang dibatasi oleh regulasi atau konsep-konsep bawaan pada struktur pemahaman. Sehingga Kant menilai kualitas seni berdasarkan penilaian terhadap keindahan alami yang tidak hanya bersifat estetis tapi juga sublim. Dengan perkataan lain, meskipun seni dibangun berdasarkan hubungan dengan fakta sosial, tapi tetap memiliki potensi untuk menjadi objektif atau universal. Alhasil, seni adalah media atau alat yang merepresentasikan esensi keindahan alami realitas. Di sisi lain, artikel ini memandang seni sebagai medium yang membawa kepada pengalaman personal manusia yang terpapar langsung dengan esensi realitas. Karena artikel ini menunjukkan bahwa manusia memahami realitas dengan cara mempersonalisasikannya ke dalam bentuk karya dan karsa. Sehingga hasil karya dan karsa tidak mencerminkan esensi realitas secara langsung, tapi membawa kepada penyingkapan jejak-jejak keberadaannya yang telah dipersonalisasi. Oleh sebab itu, seni adalah platform bagi perwujudan kebebasan merekayasa esensi realitas ke dalam bentuk perspektif dan tindakan personal.</span></p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/319 Menggugat Hegemoni Antroposentrisme Melalui Dekonstruksi Hermeneutika Ekologis 2025-05-30T15:15:18+07:00 Bapthista Mario Yosryandi Sara marioyosryandi30@gmail.com <p><span style="font-weight: 400;">Krisis iklim dan kehancuran alam akhir-akhir ini merupakan gejala multidimensi yang tidak cukup dipahami dengan pendekatan ilmiah dan teknokratik semata. Perlu adanya kajian secara filosofis akar dari krisis tersebut, yaitu dominasi paradigma antroposentris terhadap relasi manusia dan alam. Dengan analisis filsafat ekologi, etika lingkungan, hermeneutika, ekofenomenologi, serta antroposentrisme, artikel ini berusaha untuk membongkar cara berpikir yang menempatkan manusia sebagai sentral eksistensi dan mengobjektifikasi alam layaknya sumber daya privat. Tulisan ini hendak menegaskan, bahwasannya keberlanjutan ekologi menuntut pembalikan paradigma menuju etika biosentris dan teosentris, serta mengajukan kritik atas diskursus pembangunan berkelanjutan yang masih terjebak di balik logika kapitalistik dan modernisme. Melalui telaah teoritis dan kajian literatur atas kehancuran lingkungan di negara-negara dunia ketiga–terkhususnya Indonesia, artikel ini memperlihatkan jika kehancuran ekosistem di abad-21 merupakan bagian dari krisis cara berpikir manusia itu sendiri; antroposentris, ekstraktif, dan kapitalis. Maka dari itu, menuju transisi yang berkelanjutan, perlu revolusi ontologis dan etis dengan memandang alam dan kehidupan di sekitarnya sebagai suatu kesatuan, subjek bukan objek eksploitasi.</span></p> 2025-07-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi