https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/issue/feed Dekonstruksi 2025-10-09T20:53:54+07:00 Open Journal Systems <div style="border: 2px #2C3B46 solid; padding: 10px; background-color: #ececec; text-align: left; color: black;"> <ol> <li>Journal Title: <a href="https://jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi">Dekonstruksi</a></li> <li>Initials: Dekonstruksi</li> <li>Frequency: Setiap 3 bulan</li> <li>Online ISSN: 2797-233X</li> <li>Print ISSN: 2774-6828</li> <li>Editor in Chief: Syakieb A. Sungkar</li> <li>DOI: 10.54154/dekonstruksi</li> <li>Publisher: Gerakan Indonesia Kita</li> </ol> </div> <p>Jurnal Dekonstruksi merupakan Jurnal yang membahas Filsafat dan disiplin terkait seperti Kebudayaan dan situasi masyarakat serta perkembangan sosial mutakhir. Terbit 3 bulan sekali dan dalam setiap terbitan kami mempunyai tema sentral yang terfokus. Jurnal ini dikelola oleh para mahasiswa dan sarjana Filsafat. Kami menerima paper dari para pembaca dan akan kami terbitkan apabila memenuhi kaidah ilmu pengetahuan dan tema yang sedang diangkat oleh tim Redaksi. </p> https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/364 Salam Redaksi 2025-10-09T11:52:53+07:00 Syakieb Sungkar syakieb.sungkar@yahoo.com <p>Jurnal kali ini membahas tentang reinkarnasi, pengawasan negara, artificial intelligence, algoritma, identitas digital, moderasi beragama, FoMO, eutanasia, dan seni.</p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/344 Dunia Digital sebagai Neo-Panoptikon 2025-07-04T12:25:18+07:00 Feliks Erasmus Arga felikserasmusarga@gmail.com <p>Dalam dunia digital masa kini, pengawasan negara terhadap warganya sudah mulai melalui sarana-sarana digital. Pegasus, yang dikenal sebagai salah satu aplikasi pengawas tercanggih masa kini menjadi alat negara untuk mengawasi warga negaranya melalui dunia digital. Melalui analisis terhadap novel <em>1984</em> karya George Orwell dan pemikiran Michael Foucault, artikel ini hendak melihat dalam konteks Indonesia bagaimana pengawasan negara yang berlebihan terhadap warga negara dapat mencela kebebasan warga negara sehingga membunuh demokrasi yang dijunjung tinggi konstitusi. Artikel ini juga akan memperlihatkan apa yang perlu dilakukan warga negara untuk menghadapi pengawasan yang berlebihan dari pemerintah dan negara.</p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/331 Reinkarnasi sebagai Proses Dinamis 2025-05-28T14:54:36+07:00 Yesika Sianipar yesikanovelias@gmail.com <p>Artikel ini merupakan sebuah upaya penafsiran penulis dalam mengeksplorasi gagasan reinkarnasi dalam kerangka Filsafat Proses Alfred North Whitehead, yang menekankan dinamisme dan interkoneksi dalam realitas. Reinkarnasi, yang sering dipahami sebagai konsep kehidupan setelah kematian, ditafsirkan dalam konteks prosesual sebagai evolusi terus-menerus dari entitas yang terjalin dalam relasi kosmik. Dengan melihat prinsip ‘proses’ yang mirip dengan hukum penyebaban dalam Buddhisme kita dapat memahami reinkarnasi menurut perspektif filsafat proses. Perlu ditegaskan bahwa Whitehead tidak pernah secara eksplisit membahas tentang reinkarnasi, namun perspektifnya memberikan kerangka yang dapat menjelaskan fenomena ini. Melalui pendekatan filsafat proses, penelitian ini menawarkan pemahaman yang lebih luas tentang reinkarnasi. Pandangan Whitehead dapat memberikan wawasan yang berharga terhadap fenomena ini, sehingga filsafat proses dapat menjadi cara atau jalan yang baru untuk memahami reinkarnasi.</p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/363 Basoeki Abdullah, Pelukis Realis Nomor Satu Indonesia 2025-10-09T11:46:30+07:00 Anna Sungkar anna_sungkar@yahoo.co.id <p>Karya seni dapat berfungsi sosial yang dapat dijadikan wacana ekspresi ideologi sekaligus mengedepankan permasalahan sosial yang tengah aktual. Lebih lanjut karya seni yang memiliki fungsi sosial dapat mempengaruhi tingkah laku banyak orang terutama dengan tema-tema sosial yang dijadikan sumber inspirasi. Paper ini mengeksplorasi kedekatan pelukis Basoeki Abdullah dengan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yang mencintai seni, dan sebaliknya, pengaruh Soekarno dalam kehidupan Basoeki Abdullah. Selanjutnya kita dapat melihat bagaimana Basoeki Abdullah sebenarnya sangat peduli dengan kehidupan masyarakat golongan bawah.</p> 2025-10-09T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/356 Spesiasi Kecerdasan Buatan dan Dimensi Subjek Hukumnya 2025-09-18T09:32:16+07:00 Mardohar Simanjuntak mardohars@gmail.com Tristam P. Moeliono tristam@unpar.ac.id <p>Artikel ini memeriksa kemungkinan kecerdasan buatan (AI) dikategorikan sebagai spesies baru sekaligus prospek statusnya sebagai subjek hukum. Spesies lazimnya didefinisikan berdasarkan dua atribut utama: kecerdasan (<em>intelligence</em>) dan kesadaran (<em>consciousness</em>). Namun, Yuval Noah Harari menyatakan bahwa dalam perkembangan teknologi mutakhir, kesadaran telah dilepaskan (<em>decoupled</em>) dari kecerdasan. Artinya, entitas nir-sadar dapat menjadi sangat cerdas; dan karena kecerdasan menjadi parameter yang lebih relevan, AI patut dipertimbangkan sebagai spesies baru. Dalam kerangka ini, mesin cerdas bukan lagi sekadar alat bantu, melainkan agensi epistemik yang berdiri sendiri. Pertanyaannya kemudian bergeser tentang apakah spesies non-biologis ini dapat diakui secara hukum. Joshua C. Gellers menyodorkan jawaban afirmatif dengan menunjukkan bahwa status <em>legal personhood</em> tidak mutlak bergantung pada kesadaran atau moralitas, melainkan dapat dilakukan lewat pengakuan legal yang bersifat instrumental dan fungsional. Seperti korporasi, hewan, dan entitas ekologis yang telah diakui sebagai subjek hukum, AI pun memiliki peluang. Penelitian ini berpijak pada sintesis argumen Harari dan Gellers untuk menyatakan bahwa dalam dunia yang telah melampaui dikotomi sadar-tidak sadar, AI sebagai bentuk spesiasi kognitif baru memiliki dasar ontologis dan yuridis yang memadai untuk diperlakukan sebagai subjek hukum di dalam tatanan hukum kontemporer.</p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/355 Komputasional yang Dipersonalisasi sebagai Tinjauan Filosofis terhadap Prinsip Dasar Pengembangan Teknologi Mesin-Pembelajaran 2025-09-06T17:41:35+07:00 Chris Ruhupatty cruhupatty@gmail.com <p>Uraian di dalam artikel ini berfokus pada tataran epistemologis dari pengembangan mesin-pembelajaran atau kecerdasan buatan. Uraian dimulai dengan menunjukkan kelemahan mendasar dari prinsip representasionalisme yang selama ini digunakan untuk mengembangkan mesin-pembelajaran. Singkatnya, mesin-pembelajaran yang didesain untuk memahami data atau perintah melalui sistem atau program pelatihan sudah tidak lagi memadai. Karena mesin dibatasi atau terkondisikan oleh program pembelajaran-mesin, sehingga tidak pernah memahami data atau perintah secara mandiri. Berdasarkan kelemahan tersebut, artikel ini mengusung sebuah prinsip yang lebih memadai, yaitu: a-propriasi atau personalisasi. Di bawah prinsip ini, mesin didesain untuk memahami data atau perintah secara langsung. Artinya, mesin didesain dengan algoritma untuk memahami dan menghasilkan data atau perintah yang sama sekali baru. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemahaman mesin terhadap data atau perintah tidak merepresentasikan program pembelajaran-mesin. Karena mesin didesain untuk memahami data atau perintah secara langsung atau tanpa mediasi dari sistem atau program pelatihan. Dengan istilah lain, mesin didesain dengan kemampuan untuk melakukan personalisasi terhadap data atau perintah yang tersaji secara komputasional. Oleh sebab itu, topik yang dikaji di dalam artikel ini tidak bersifat teknologis. Meski objek kajiannya adalah proyeksi pengembangan teknologi dalam bentuk mesin-pembelajaran. Namun, karena artikel ini mengkaji aspek teoritis yang melibatkan prinsip dasar dari struktur pemahaman manusia, maka topik ini lebih bernuansa filosofis ketimbang teknologis. Sehingga artikel ini tidak hanya berkontribusi terhadap pengembangan mesin-pembelajaran, tapi juga pengembangan diskursus filsafat tentang bagaimana manusia memahami esensi realitas.</p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/345 Lompatan Iman di Era Ketidakpastian: 2025-07-09T13:41:17+07:00 Abdi Susanto abdisusanto@yahoo.com <p>Era digital membawa perubahan besar dalam cara individu membangun dan memahami identitas mereka. Kemajuan teknologi, terutama media sosial, menciptakan krisis identitas akibat arus informasi yang berlebihan, tekanan sosial, dan kecenderungan untuk menampilkan citra ideal yang tidak selalu mencerminkan diri sejati. Søren Kierkegaard, seorang filsuf eksistensialis, menawarkan konsep "lompatan iman" sebagai solusi dalam menghadapi ketidakpastian dan keterasingan eksistensial. Artikel ini mengkaji relevansi pemikiran Kierkegaard dalam konteks krisis identitas digital, dengan menyoroti pentingnya refleksi diri, keberanian untuk mengambil keputusan tanpa jaminan kepastian, serta melepaskan ketergantungan pada validasi eksternal. Melalui pendekatan kualitatif dengan analisis literatur dan refleksi filosofis, tulisan ini menunjukkan bahwa lompatan iman dapat menjadi strategi bagi individu untuk menemukan otentisitas di tengah paradoks dunia digital, sehingga memungkinkan mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan autentik.</p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/347 Pemadam Kebakaran dan Artifical Intelligence (AI): 2025-07-21T17:14:56+07:00 Akira Riofuku riofuku@gmail.com <p><em>The firefighting profession has increasingly become a subject of public attention, not only due to its critical role in fire suppression but also because of its expanding responsibilities in various non-fire emergencies. Simultaneously, the rapid advancement of Artificial Intelligence (AI) has sparked debates regarding its potential to replace human roles, particularly in public safety services. AI is often praised for its speed, accuracy, and efficiency in tasks such as early fire detection, real-time situational mapping, and autonomous system operations. This paper aims to examine whether AI can fully substitute the human role in firefighting or whether it is better positioned as a technological tool that enhances human capability. Employing a qualitative methodology based on literature review and philosophical reflection—including perspectives from Sartrean existentialism, Merleau-Ponty’s phenomenology, Heidegger’s philosophy of technology, and Kantian ethics—this study argues that while AI offers innovative support, it cannot replace the existential, moral, and embodied dimensions inherent in the firefighter’s profession.</em></p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/348 Spiritualitas Moderasi Agama dalam Era Pascamodern di Indonesia 2025-07-21T17:51:07+07:00 Paulus Eko Kristianto paulusekokristianto12@gmail.com <p>One of the eras that Indonesia is currently facing is postmodern. In principle, postmodern is understood as a continuation of modernization. Postmodern is characterized by deconstruction, relativist, pluralist. Based on postmodernism and its characteristics, the reflective questions, as well as the formulation of the problem in this article, need to be addressed, how is the style of spirituality in developing religious moderation in the postmodern era in Indonesia? In order to answer this reflective question, the author departs from the literature research method on Dale Cannon's thoughts and constructs them, and is supported by other ideas from related books and journals. The author realizes that Cannon's map of spirituality is not based on the Indonesian context, but at least this can be taken into account in Indonesia, especially religious moderation in the postmodern era. Cannon's premise, namely that spirituality style is built with the intention that justice must be done to the perspective of insiders, not only insiders of certain religious traditions, but also insiders of certain religious ways in every religious tradition, outside of Christianity. Religious moderation is the spirit of listening, managing, overcoming, and appreciating differences. The Ministry of Religion of the Republic of Indonesia is expected to be a means of developing Indonesia in the midst of religious pluralism. As an abstract concept, religious moderation needs to be seen for its indicators. At least, there are four indicators of religious moderation and its practice in Indonesia, namely national commitment, tolerance, anti-violence, and being accommodative to local culture. Through a discussion of the integration of Cannon's theory of spirituality, religious moderation, postmodernism, this article is expected to contribute to the scientific and practical contribution of thinking in building the models of religious moderation spirituality in the postmodern era in Indonesia. Not only stopping at the basics, the author tries to design it in its implementation in the categories of children, youth, youth, and adults.</p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/334 Analisis Lukisan “Kehidupan Desa” Karya Sudjana Kerton Berdasarkan Teori Semiotika Ferdinand De Saussure 2025-07-01T11:51:04+07:00 Elsabila Aulia Khoirunissa Ica elsabilaauliak@student.uns.ac.id Yayan Suherlan yayansuherlan@staff.uns.ac.id <p style="text-align: justify; margin: 0cm 0cm 10.0pt 0cm;"><span style="color: black;">Sudjana Kerton merupakan seniman yang sering menggambarkan tentang kehidupan sosial, dengan gaya ekspresif yang khas dan deformatif. Kehidupan sosial pada masyarakat desa sering digambarkan dengan suasana yang masih tradisional dalam aktivitasnya. Satu diantara karya lukisannya yang akan di teliti dalam penelitian ini berjudul “Kehidupan Desa”. Metode pendekatan yang digunakan yaitu kualitatif dengan teknik studi pustaka dan penelusuran data online. Analisis ini menggunakan teori semiotika ferdinand de saussure untuk mengkaji tanda dan makna dalam karya lukisnya. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah elemen-elemen visual dalam lukisan seperti warna, objek, dan bentuk sebagai penanda <em>(signifer)</em>. Serta untuk memahami makna yang terkandung didalamnya sebagai petanda <em>(signified)</em>. Hasil analisis menunjukkan bahwa simbol-simbol dalam lukisan “Kehidupan Desa” merepresentasikan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat desa di Indonesia, serta mengandung pesan bahwa mempertahankan identitas budaya di tengah perubahan zaman sangat penting. Penelitian ini memiliki peran dalam memahami karya lukis sebagai perwujudan kehidupan masyarakat desa melalui pendekatan semiotika.&nbsp;</span></p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/349 Pengaruh Fenomena FoMO terhadap Munculnya Gaya Hidup Konsumtif pada Masyarakat Indonesia 2025-07-24T16:25:57+07:00 Vincentius Tito Chandradipta vincentiustitoc@student.uns.ac.id Sigit Purnomo Adi sigitpurnomoadi@staff.uns.ac.id <p>Fenomena <em>Fear of Missing Out</em> (FoMO) merupakan salah satu dampak signifikan dari kemajuan teknologi dan meningkatnya penggunaan media sosial, terutama di Indonesia. FoMO merupakan munculnya perasaan cemas atau takut tertinggal dari pengalaman atau tren yang sedang populer dalam lingkungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak Fenomena FoMO terhadap kecenderungan gaya hidup konsumtif di kalangan masyarakat Indonesia. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus untuk menggali pemahaman yang mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang mengalami fenomena FoMO memiliki kecenderungan lebih besar untuk membeli barang atau layanan dengan tujuan menjaga status sosial dan meningkatkan rasa prestise. Media sosial berperan besar dalam memperkuat perilaku konsumtif tersebut, terutama melalui konten yang memamerkan gaya hidup mewah dan pengalaman eksklusif. Fenomena ini tidak hanya memberikan dampak negatif pada kondisi finansial individu tetapi juga menciptakan tekanan sosial untuk terus mengikuti tren, yang pada akhirnya mengakibatkan masyarakat terus menerus melakukan perilaku yang impulsive terhadap suatu tren. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang berharga bagi masyarakat dan pembuat kebijakan untuk merumuskan strategi edukasi keuangan yang efektif. Dengan demikian, dampak negative dari fenomena FoMO terhadap pola konsumsi yang berlebihan dapat diminimalkan, sehingga tercipta kesadaran yang lebih baik dalam pengelolaan keuangan dan gaya hidup</p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi https://www.jurnaldekonstruksi.id/index.php/dekonstruksi/article/view/350 Tinjauan terhadap Isu Euthanasia Berdasarkan Perspektif Alkitab dan Hukum di Indonesia 2025-07-29T21:44:00+07:00 Vardik Vandiano vardiklim.vl@gmail.com <p>This paper examines the issue of euthanasia from both a Biblical and Indonesian legal perspective. Euthanasia remains a controversial ethical and legal issue, raising fundamental questions about the sanctity of life, moral autonomy, and human dignity. In Indonesia, euthanasia is considered a criminal act under current legislation. From a Biblical perspective, human life is sacred because it is created in the image of God, and therefore, intentional acts to end life are seen as morally impermissible. This study critically analyzes the legal stance in Indonesia, explores contemporary arguments supporting euthanasia such as personhood and quality-of-life ethics and contrasts them with theological arguments grounded in Scripture. The conclusion firmly rejects euthanasia as incompatible with both Indonesian law and Christian ethical principles, emphasizing the need for medical, pastoral, and spiritual care for those facing end-of-life decisions.</p> 2025-10-01T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Dekonstruksi